Psychological Warfare Dalam Politik, Apakah Bisa Berpengaruh Pada Pemilihan Umum Dan Opini Publik?
Politik modern telah menjadi pertempuran yang semakin kompleks dan canggih, terutama pada era digital ini.
Di tengah
persaingan untuk mempengaruhi pemilih dan pendapat publik, konsep psychological
warfare atau perang psikologis teleah muncul sebagai elemen penting dalam
strategi politik.
Terutama
yang sekarang sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh Capres-Cawapres. Lalu
apakah yang dimaksud dengan psychological warfare, dan sejauh mana pengaruhnya?
Mengenal Psychological Warfare
Psychological
warfare, atau perang psikologis, adalah upaya untuk memanipulasi pikiran,
emosi, dan perilaku individu atau kelompok dalam rangka mencapai tujuan
tertentu.
Dalam
konteks politik, psychological warfare dapat digunakan untuk mempengaruhi
pemilih dan pendapat publik dengan berbagai cara.
Dikutip
dalam berbagai sumber, Senin (30/10/2023), berikut adalah beberapa strategi
umum yang digunakan dalam psychological warfare politik:
1. Disinformasi
Penyebaran informasi palsu atau tidak akurat mengenai pihak lawan, untuk
menciptakan kebingungan dan ketidakpastian di antara pemilih
2. Penggunaan
sosial media
Ekslpoitasi media sosial untuk menyebarkan pesan politik, membangun
citra diri yang baik, konten provokatif guna memicu reaksi emosional dan
lainnya.
3. Targeting
psikografis
Penggunaan data dan analisis psikografis untuk mengidentifikasi
preferensi pemilih dan menyusun pesan yang sesuai
4. Serangan
terkoordinasi
Mobilisasi kelompok pendukung untuk menyerang lawan politik dengan
taktik-taktik psikologis.
Pengaruh Pada Pemilihan Umum
Dikutip dari
berbagai jurnal, melakukan pendekatan melalui sikologis umumnya diperoleh dari
sosialisasi yang dilakukan oleh pelaku politik melalui berbagai media, seperti
Televisi, pamflet, dan yang paling banyak adalah di media sosial.
Dalam
melakukan kempanye atau membangun citra dirinya lewat media sosial, ternyata
memiliki pengaruh yang signifikan pada pemilihan umum, berikut adalah beberapa
dampaknya:
1. Mempengaruhi
keputusan pemilih
Ketika menyebarkan disinformasi dan pesan yang dirancang khusus untuk
menyerang lawan. Hal itu bertujuan untuk menggoda pemilih.
Dalam hal ini, psychological warfare dapat mempengaruhi keputusan
pemilih, pemilih yang terpapar informasi palsu atau pesan yang dirancang secara
psikologis akan merubah perspektifnya.
2. Meningkatkan
partisipasi pemilih
Psychological warfare juga dapat digunakan untuk meningkatkan
partisipasi pemilih.
dalam melakukan kampanye politik mereka menggunakan pesan dan narasi
yang dirancang secara psikologis untuk menciptakan identifikasi emosional
antara pemilih dan calon presiden atau wakil presiden lewat media sosial.
Contohnya, membangun citra diri yang positif, membantu rakyat tanpa
pandang bulu, selalu mengikuti isu-isu terkini yang disukai masyarakat, dan
lain sebagainya.
3. Membentuk opini
publik
Pesan-pesan politik yang dirancang secara psikologis dapat membentuk
opini publik tentang isu-isu politik.
Masyarakat yang terpapar pesan tersebuakan memiliki pandangan yang
sesuai dengan pesan yang sengaja disiarkan.
Dalam era
digital, di mana informasi dapat dengan mudah disebarkan dan dimanipulasi,
penting untuk mempertimbangkan dampak psychological warfare pada pemilihan umum
dan opini publik.
Warga negara
dan pemilih juga memiliki peran dalam mengembangkan keterampilan kritis dalam
menganalisis informasi politik dan berpartisipasi dalam proses demokratis, agar
tidak termakan berita hoax. (Ami Fatimatuz Zahro’)
foto by iStock
Komentar
Posting Komentar