Hayy bin Yaqqzan

 


Nama: Ami Fatimatuz Zahro'
NIM: 11210511000009
Jurnalistik 3A



Novel filsafat yang ditulis oleh Ibnu Tufail merupakan sebuah tamsil atau alegoris (perumpamaan) suatu pengalaman dia memahami filsafat dan iluminasi (mistis atau tasawuf). Dengan sebuah pengalaman yang sangat personal atau dalam bahasa Immanuel Kant—religious experience. Maka menjadi maklum dalam novel filsafat ini, ada beberapa kalimat yang sulit atau bahkan tidak dapat ditafsirkan secara pasti. Hassan Hanafi pun menyatakan bahwa sangat sulit sekali Ibnu Tufail mengekspresikan pengalaman intuitifnya dalam bahasa-bahasa deskriptif yang mudah dipahami. Bahasa-bahasa yang digunakan banyak mengandung unsur yang kurang masuk akal. Dari sebuah pengalaman Ibnu Tufail, khususnya dalam melakukan refleksi iluminasi, maka kalimat yang digunakan Ibnu Tufail dalam novel Hayy b. Yaqdzan yang menggambarkan suatu fakta yaitu sebuah proses pengalaman intuitif-iluminatif sangatlah alegoris. 

Dalam novel filsafat karya Ibnu Tufail ini, yang menjadi tokoh utama adalah seorang anak manusia yang bernama Hayy yang merupakan anak laki-laki dari seorang ayah yang bernama Yaqdzan. Maka anak ini kemudian didalam novel disebut sebagai Hayy b. Yaqdzan. Hubungan antara Yaqdzan dan ibu Hayy sebenarnya tidak disetujui oleh saudara kandungnya, yang tidak lain adalah seorang raja. Sang raja tidak menyetujui pernikahan ini karena keduanya sebenarnya masih kerabat dekat. Meskipun begitu, cinta dari Yadqzan kepada ibu Hayy tidak dapat terbendung lagi, maka keduanya menikah dengan cara sembunyi-sembunyi. Dengan adanya pertentangan dan intimidasi oleh sang raja, ketika Hayy dilahirkan. Ibunya mempunyai inisiatif untuk menghilangkan jejak anaknya, Hayy, untuk menghindari siksaan dan intimidasi dari sang raja. Maka dengan berbekal sebuah keranjnag kayu, Hayy dihanyutkan ke laut oleh ibunya. Keranjang atau peti kayu yang berisi Hayy kecil tersebut terdampar disebuah pulau tandus di daerah Hindia yang bernama pulau Waqwaq. Ini semua merupakan sebuah cerita asal-usul Hayy versi yang pertama.

Ibnu Tufail juga membuat versi yang kedua tentang kelahiran seorang Hayy. Pada versi kedua, diceritakan bahwa Hayy sebenarnya lahir dari sebuah proses alamiah-kimiawi. Hayy dimunculkan dari sebuah peragian segumpal tanah yang ada di daerah India yang bernama pulau Waqwaq. Segumpal tanah ini kemudian mengalami penggelembungan yang menciptakan dua bagian. Bagian ini terdiri dari sebuah selaput tipis yang didalamnya terdapat unsur udara yang sangat halus yang merupakan tempat dari ruh dari Tuhan. Pada proses inilah embrio (janin) tercipta dan seiring berjalannya proses alam, ia kemudian menjadi seorang bayi. Bertepatan dengan terciptanya atau lahirnya seorang bayi, disisi lain ada seekor induk rusa yang sedang mencari anaknya yang hilang. Mendengar tangisan seorang bayi yang dikira anaknya, sang induk rusa pun memungutnya dan memeliharanya sampai usia remaja. Dari sekilas rangkaian alur dari novel filsafat ini, yang menjadi pertanyaan adalah mengapa Ibnu Tufail menggunakan setting cerita di daerah India, mengapa ia tidak menggunakan setting daerah di Spanyol misalnya sebagai daerah asli ia tinggal. 

Secara spekulatif saja, mungkin Ibnu Tufail memang membungkus materi-materi filsafat dan mistisisme (iluminasi) dalam sebuah bungkus yang memang tidak dapat benar-benar dikenali. Dengan alasan bahwa seorang Khalifah Abu Yusuf Ya’quf yang masih melakukan sebuah penelusuran dan razia-razia terhadap ajaran-ajaran filsafat dan para filosofnya. Dari pengambilan setting cerita di daerah India ini, nampaknya membuktikan bahwa politik pembungkusan ajaran-ajaran filsafatnya dinilai efektif. Dikatakan efektif karena Ibnu Tufail menjadi salah satu dari sekian banyak filosof yang bebas dari intimidasi sang khalifah yang anti terhadap para filosof dan filsafatnya. 

Dalam novel ini, Ibnu Tufail mencoba menceritakan secara tamsil bahwa seorang anak manusia yang jauh atau bahkan tidak pernah mengenal budaya, Bahasa, masyarakat, dan peradaban ternyata akal seorang anak ini mampu mengenali Tuhannya dengan melakukan sebuah kegiatan mempersepsikan realitas-realitas alam kemudian mengklasifikasikannya kepada sebuah realitas yang merupakan asal dari segala pengetahuan yaitu Tuhan. Upaya memahami sumber dari pengetahuan dan realitas, Hayy mengalami beberapa fase penting. Fase pertama, ketika Hayy berusia tujuh tahun, Hayy mulai berfikir bahwa ia merupakan salah satu anggota dari para habitat disekelilingnya yaitu hewan. 

Dari kesadarannya yang sangat berbeda dengan lingkungan disekitarnya, membuat Hayy berfikir untuk menirukan suara-suara hewan, seperti rusa, burungburung dan kawan-kawannya. Pada usia ini pula, Hayy sudah menunjukkan kecerdasannya dengan membuat baju dari sehelai kulit hewan atau dedaunan untuk membuat sebuah pakaian yang berfungsi sebagai sebuah instrumen yang mampu melindungi dirinya dari sengatan panas dan dinginnya iklim yang disebabkan oleh cuaca yang tidak menentu. Fase kedua, ketika ibunya, sang induk rusa meninggal. Dari kejadian ini, membuat Hayy sangat terpukul dan ia segera mencari tahu apa faktor yang menyebabkan sang rusa meninggal. Ia kemudian membelah tubuh sang rusa untuk mencari jawaban atas pertanyaannya sendiri tentang faktor kematian sang rusa. Hayy membelah tubuh sang ibu dan mencari tahu. Maka ia menemukan unsur panas yang membuat ia berspekulasi bahwa sang rusa mati karena unsur panasnya lama kelamaan menghilang.

Pada intinya, dalam novel ini, ternyata proses berpikir Hayy dengan akalnya dalam memahami realitas sampai kepada pengetahuan akan Tuhan ternyata tidak bertentangan dengan wahyu yang dimaksud oleh tokoh Absal.

Komentar

Postingan Populer