Filsafat: Pemikiran Ibnu Sina



Nama : Ami Fatimatuz Zahro'
NIM : 11210511000009
Mata kuliah : Filsafat Islam
Dosen Pengampu : Drs. Study Rizal LK. M.Ag.





Dalam pertemuan online ke-6 yang dilakukan di Google Meet pada tanggal 12 Oktober 2022, mata kuliah Filsafat Islam yang diampu oleh Drs. Study Rizal LK. M. Ag. dalam pertemuan tersebut membahas tentang Filsafat menurut Ibnu Sina yang dipaparkan oleh kelompok 4.

Pemakalah kelompok 4 mengambil sumber materi dari buku Filsafat Islam: Filosof dan Filsafatnya karya Prof. Dr. H. Sirajuddin Zar M.A.

Abu 'Ali Al-Husain ibnu 'abd Allah ibn Hasan ibnu Ali ibn Sina, atau biasa dikenal dengan nama Ibnu Sina dan dikenal juga sebagai "Avicenna" di dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan dokter kelahiran Persia. Ia juga seorang penulis yang produktif yang sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan kedokteran. Bagi banyak orang, dia adalah "Bapak Kedokteran Modern".

Ia lahir di Afsyana dekat Bukhara tahun 980 M dan wafat pada tahun 1037 M di usia 58 tahun. Jasadnya dikebumikan di Hamadzan.

Karya Ibnu Sina yang terkenal:

1. Asy-Syifa': Ujaran filsafat yang terdiri atas ketuhanan, fisika, matematika, dan logika.

2. Al-Qanun fi al-Thibb: Ilmu kedokteran yang terbagi atas lima kitab dalam berbagai ilmu dan berjenis-jenis penyakit, dan lainnya.

3. Al-Najat: Ringkasan dari kitab Asy-Syifa'

4. Al-Isyarat wa al-tanbihat: Mengandung uraian tentang logika.

Kemudan pembahasan tentang At-Tawfiq: perbedaan Nabi dan Filsuf dalam mencari kebenaran menurut Ibnu Sina.

Menurut Ibnu Sina, nabi dan filsof menerima kebenaran dari sumber yang sama, yakni Malaikat Jibril yang kemudian disebut sebagai akal kesepuluh atau akal aktif.

perbedannya hanya terletak pada cara memerolehnya, bagi nabi terjadinya hubungan dengan Malaikat Jibril melalui akal materiil yang disebut dengan hads (Qudsiyyah atau kekuatan suci), sedangkan filsuf melalui akal mustafad yaitu kemampuan makna dan bentuk-bentuk murni yang berada di luar manusia. Nabi memeroleh akal materiil yang dayanya jauh lebih kuat daripada akal mustafad sebagai anugerah Tuhan kepada orang pilihan-Nya.

Kemudian, Ibnu Sina dalam membuktikan adanya Tuhan tidak beda dengan pemikiran al-Farabi yaitu dengan dalil Wajib al-wujud dan Mumkin al-Wujud. Tetapi Ibnu Ina menambahkan dalil satu lagi, yakni Mumtani al-Wujud yaitu sesuatu yang mustahil wujudnya, seperti adanya kosmos lain diantara kosmos yang kita tinggali.

Selanjutnya membahas emanasi dari pandangan Ibnu Sina

Emanasi adalah realitas yang keluar dari sumber, contoh mudahnya adalah matahari yang memancarkan sinar pada sudut-sudut bumi.

Adapun proses terjadinya pancaran tersebut ialah ketika Allah wujud sebagai akal, yang langsung memikirkan terhadap zat-Nya yang menjadi objek pemikiran-Nya, maka memancarlah akal pertama, kemudian memancarlah akal kedua, jiwa pertama, dan langit pertama. Demikan seterusnya sampai kesepuluh yang sudah lemah yang menghasilkan air, udara, api, dan tanah.

Ibnu Sina membagi objek pemikiran akal-akal menjadi tiga, yaitu:

1. Wajib al-Wujud Lidzatihi

2. Wajib al-Wujud li Ghairihi

3. Mumkin al-Wujud

Akal-akal dan planet-planet dalam emanasi di atas dipancarkan Allah secara hierarki. keadaan tersebut bisa terjadi karena Ta'aqqul Allah tentang zat-Nya yang merupakan ilmu Allah tentang diri-nya yang menciptakan segalanya. Dari hasil ta'aqqul Allah terhadap zat-Nya itulah kemudian menjadi akal-akal, jiwa-jiwa, dan yang lainnya.

Lalu Filsafat Jiwa menurut Ibnu Sina. Secara garis besarnya pembahasan Ibnu Sina tentang jiwa terbagi pada dua bagian, sebagai berikut:

1. Ilmu Fisika, yang membicarakan tentang jiwa tumbuhan-tumbuhan, hewan-hewan dan jiwa manusia. Ibnu Sina mengatakan bahwa sifat seseorang bergantung pada jiwa mana yang berpengaruh pada dirinya. Jika jiwa binatang yang berkuasa pada jiwa manusia, maka orang itu menyerupai binatang, tetapi jika jiwa manusa (al-Nafs al-Nathiqat) yang mempunyai pengaruh atas dirinya, maka orang itu dekat menyerupai malaikat (kebaikan). Pembahasan mengenai jiwa tumbuhan, hewan dan jiwa manusia, sebagai berikut:

  1. Jiwa tumbuh-tumbuhan (an-Nafsul Nabatiyah), yakni mempunyai tiga daya yakni; makan (nutrition), tumbuh (growth), berkembang biak (reproduction). (Sunardji Dahri Tiam, 2014: 118).
  2. Jiwa binatang (an-Nafsul Hayawaniah), yakni mempunyai dua daya: 1). Gerak (locomotion); 2). Menangkap (perception). Jiwa binatang dalam diri manusia atau binatang lebih tinggi fungsinya daripada jiwa tumbuh-tumbuhan, bukan hanya sekedar makan, tumbuh dan berkembang biak, tetapi melalui daya gerak dan menangkap menjadi manusia yang dapat bekerja dan bertindak, merasakan sakit dan senang. Jiwa binatang ini menjadikan manusia memiliki daya gerak untuk berpindah tempat, berjalan, berlari, memenuhi kebutuhan makanannya dengan cara mencari makanan/penghidupan, menghindari bahaya, mempertahankan diri dari bahaya, keberanian untuk menyerang menghadapi musuh atau lari menghindarinya. Daya gerak mendorong manusia untuk berjalan, berlari, melihat, mendenar, mengecap, merasa, serta merespon apa yang telah dicerap oleh panca indranya. Sehingga kaitannya dengan pendidikan manusia bisa dilatih fisiknya untuk menjadi terbiasa, terampil manakala dilakukan latihan dan stimulasi secara terus menerus.
  3. Jiwa manusia (al-Nafs al-nathiqat) mempunyai dua daya: 1). Praktis (practical) yang hubungannya adalah dengan badan. 2). Daya teoritis (theoritical) yang hubungannya adalah dengan hal-hal abstrak. (Sunardji Dahri Tiam, 2014: 36). Daya teoritis memiliki empat tingkatan akal. 
  • Akal materiil (al-aql al-hayulany) yang semata-mata mempunyai potensi untuk berfikir dan belum dilatih walaupun sedikit.
  • Akal al-malakat (al-aql bi al-malakat) yang telah mulai dilatih untuk berfikir tentang hal- hal yang abstrak.Akal aktual (al-aql bi al-fi'l) yang telah dapat berfikir tentang hal-hal yang abstrak.
  • Akal mustafad (al-aql al-mustafad) yaitu akal yang telah sanggup berfikir tentang hal hal yang abstrak tanpa perlu daya upaya. Akal seperti inilah yang dapat berhubungan dan menerima limpahan ilmu pengetahuan dari akal aktif (akal sepuluh). (Harun Nasution, 1973: 30-31) .

2. Ilmu Metafisika, Ilmu metafisika membicarakan tentang wujud jiwa, hakikat jiwa, hubungan jiwa dengan jasad

Komentar

Postingan Populer